Pacitan, klepukelis.blogspot.com--Peristiwa geger Gunung Slurung terjadi pada tahun 1930. Kromomedjo yang berasal dari desa Klepu, memimpin warga sekitar untuk menentang program pemerintah Kolonial Belanda “cacah jiwo” baca sensus penduduk .
Diceritakan, pada masa itu kehidupan masyarakat desa Klepu sangat terisolasi
dari dunia luar. Kebanyakan masyarakatnya “buta huruf” karena memang tidak ada
guru dan tempat untuk belajar baca tulis, andaikata ada itupun hanya terdapat
dikota-kota besarnya setingkat kota kabupaten atau kawedanan.
Sosok Kromomedjo yang berani menentang penguasa, berawal dari
salah paham dalam memaknai arti kata cacah jiwa. Cacah jiwa yang juga biasa di
ucapkan pencacahan jiwa oleh kebayakan orang desa dipahami oleh Kromomedjo
bahwa jiwa pendunduk akan disakiti.
Kromomedjo memiliki sifat keras kepala, pemahamannya yang
keliru mengenai cacah jiwa pantang dikoreksi oleh orang lain. Hingga pada hari
yang telah ditentukan didampingi kedua saudaranya Kromomedjo berangkat menuju
hutan Gunung Slurung. Sepanjang perjalanan mereka juga mampir kerumah warga
sekitar dan mengajak untuk mengikutinya. Puluhan orang berhasil mereka
ajak untuk bersembunyi dan menghidari cacah jiwa.
Penolakan Kromomedjo dan pengikutnya terhadap kegiatan pencacahan
jiwa itu, terdengar juga oleh Bupati Pacitan di masa itu R.
Adipati Harjo Tjokronegoro I. Mengetahui laporan jika di desa Klepu ada
sebagian masyarakatnya yang menentang kegiatan sensus pencacahan jiwa, Bupati
beserta jajarannya didampingi tentara turun langsung ke Desa Klepu untuk mengetahui
duduk permasalahannya.
Setelah sampai di lokasi persembunyian Kromomedjo yaitu disebuah
sebuah goa didalam hutan sebelah utara Gunung Slurung, Bupati R. Adipati Harjo
Tjokronegoro I mendekati mengajak bicara Kromomedjo untuk diajak kembali
kerumahnya dan diharapkan mengikuti pencacahan jiwa. Tetapi kromomedjo
tetap bergeming dengan keputusannya tidak mau dicacah jiwa. Tidak cukup menolak
ajakan dari orang nomor satu di Kabupaten Pacitan ini, kromomedjo malah
mengayun-ayunkan sebilah keris yang dikenal dengan keris condong campur ke para
pejabat Pemda Pacitan kala itu. Hingga pada satu kesempatan kerisnya mengenai
Bupati Pacitan R. Adipati Harjo Tjokronegoro I. Tindakan Kromomedjo yang telah
melukai penguasa Kabupaten Pacitan ini membuat marah para tentara pengiringnya.
Diberondonglah kromomedjo dengan tembakan oleh para tentara itu, tetapi
kromomedjo ternyata kebal senjata api, berondongan peluru tersebut menewaskan
kedua saudara Kromomedjo seketika, sedangkan Kromomedjo sendiri tetap segar
bugar. Karena tidak mempan senjata api maka di ringkuslah Kromomedjo sampai
tidak bisa melakukan perlawanan dan setelah memberitahu kelemahan barulah
Kromomedjo bisa habisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar